Bawaslu: Semua "stakeholder" harus didorong ciptakan pilkada yang aman
Jumat,bocoran bandar hk spgtoto 27 September 2024 20:03 WIB
Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Puadi mengatakan bahwa semua pemangku kepentingan (stakeholder) harus didorong untuk menciptakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 yang aman dan berintegritas. Dalam laman Bawaslu yang dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat, ia membeberkan penyelenggara dan pengawas pemilu harus mendorong semua pemangku kepentingan pemilihan untuk memiliki komitmen yang sama dalam mewujudkan pemilihan yang damai dan berintegritas. "Semua stakeholderpemilihan, termasuk calon kepala daerah, partai politik, aparat keamanan, dan elemen masyarakat perlu didorong untuk mengambil inisiatif yang sama," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu itu. Lebih lanjut dia membeberkan, komitmen bersama dari semua pemangku kepentingan sangat penting untuk memastikan proses pemilihan berjalan dengan aman, jujur, adil, dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. "Komitmen bersama ini dimaksudkan untuk menjaga kedamaian, sikap jujur dan adil dalam pemilihan, mematuhi aturan hukum, menjaga persatuan dan kesatuan, serta siap menerima hasil pemilihan," ujar Puadi. Ia menambahkan, fungsi pengawasan yang diperankan Bawaslu diprioritaskan untuk mewujudkan pemilihan yang berintegritas.
Baca juga: Rahmat Bagja: Integritas penting untuk wujudkan pilkada adil dan jujur
Baca juga: Ketua Bawaslu sebut isu SARA masih rawan di Pilkada 2024 Maka dari itu, pengawas pemilu dituntut untuk merawat penyelenggaraan pemilihan tidak hanya dari sisi proses dan hasil, tetapi juga bertugas untuk mewujudkan situasi yang aman dan damai. Sebab, pemilihan dikatakan berintegritas bila pelaksanaannya berlangsung secara damai atau kondusif. Ia menyampaikan, pasangan calon, partai politik, dan tim kampanye telah mulai berkampanye pada 25 September 2024. Kegiatan seperti deklarasi pemilihan damai dan berintegritas harus diperbanyak selama proses penyelenggaraan.
Hal itu dikarenakan, potensi polarisasi masyarakat, isu SARA, dan dukungan publik terhadap salah satu calon, hampir selalu terjadi selama pemilu atau pilkada, sehingga setiap penyelenggara atau pengawas harus menaruh perhatian lebih untuk mengantisipasi dampak buruk yang mungkin terjadi.